Tagihan Listrik dan Gas Membengkak, Warga Inggris Berburu Air Fryers Hingga Selimut Listrik demi Berhemat

Jakarta – Konsumen di Inggris dikabarkan mulai mengincar alat masak hemat energi, selimut listrik, dan kompor musim dingin ini ketika biaya gas dan listrik di negara itu melonjak.

Dilansir dari CNN Business, Senin (31/10/2022) perusahaan riset pasar GfK mengungkapkan bahwa penjualan alat penggorengan instan air fryers di Inggris naik 286 persen pada September 2022 dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu.

Seperti diketahui, alat masak portabel biasanya menggunakan lebih sedikit energi daripada oven konvensional. Salah satunya air fryers yang mampu mengeluarkan panas lebih cepat.

“Lonjakan besar dalam penjualan barang-barang ini menunjukkan betapa seriusnya kenaikan harga energi telah mempengaruhi masyarakat,” kata Helen Morrissey, pensiunan senior dan analis pensiun di Hargreaves Lansdown kepada CNN Business.

“Masyarakat memantau penggunaan energi mereka ke tingkat yang sangat kecil,” ungkapnya.

Adapun penjualan panci masak elektrik, yang meliputi pressure cooker dan slow cooker, juga naik 79 persen di Inggris hingga September 2022.

Asda, salah satu jaringan supermarket terbesar di negara itu, mengatakan bahwa penjualan air fryer-nya melonjak 320 persen pada September 2022 dibandingkan bulan yang sama pada 2021, sementara penjualan slow cookernya meningkat lebih dari dua kali lipat.

Selain mahalnya biaya gas, masyarakat Inggris juga bersiap menghemat listrik di musim dingin dengan membeli selimut listrik. Penjualan barang tersebut pun melonjak 216 persen year-on-year pada bulan September, menurut GfK.

“Jelas bahwa masyarakat bersedia melakukan apa pun untuk menghindari pemanasan selama mungkin serta mengurangi tekanan besar pada keuangan mereka,” ujar Morrissey.

Rata-rata Tagihan Energi di Inggris Naik Hingga 96 Persen

Diketahui bahwa jutaan warga Inggris berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka karena tagihan pangan, gas, dan BBM meroket tahun ini.

Bulan lalu, inflasi harga konsumen Inggris kembali melonjak sebesar 10,1 persen, tingkat tertinggi dalam 40 tahun.

Sementara tagihan energi tahunan rata-rata untuk rumah tangga naik 96 persen dari Oktober lalu, mencapai 2.500 poundsterling bulan ini.

Pada September 2022, pemerintah Inggris turun tangan untuk membatasi tagihan gas dan listrik untuk dua tahun ke depan. Tetapi awal bulan ini, menteri keuangan baru negara itu Jeremy Hunt mengatakan pembatasan tersebut hanya akan berlangsung hingga April mendatang, dengan hanya rumah tangga yang paling rentan yang menerima dukungan lebih lanjut.

Data dari Asda, yang disusun oleh Centre for Economics and Business Research, mengatakan bahwa rumah tangga di Inggris mengalami kerugian sebesar 141 poundsterling dari kenaikan biaya hidup, dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Kenaikan tagihan gas dan listrik di Inggris, masing-masing naik 96 persen dan 54 persen, dan menjadi pendorong utama di balik penurunan pendapatan yang dapat dibelanjakan, menurut Asda.

Lagi, Inggris Diramal Terlanda Resesi Ekonomi Terburuk di 2023

Analisis revisi dari Goldman Sachs memprediksi Inggris akan memasuki resesi yang lebih dalam dari yang diperkirakan sebelumnya pada tahun 2023 mendatang

Goldman Sachs menaikkan prospek terkait penurunan ekonomi Inggris, dalam analisis yang dirilis pada Minggu, 16 Oktober 2022.

Dilansir dari The Guardian, Kamis (20/10/2022) Goldman Sachs memperkirakan ekonomi Inggris akan menyusut 1 persen tahun depan, turun dari perkiraan sebelumnya untuk kontraksi 0,4 persen.

Bank investasi asal AS itu menyebut, salah satu faktor dari penurunan ini yaitu kenaikan pajak perusahaan menjadi 25 persen pada bulan April 2023, setelah PM Inggris Liz Truss mengaktifkan salah satu komitmen kampanye kepemimpinan Konservatif utamanya.

“Terkumpul dalam momentum pertumbuhan yang lebih lemah, kondisi keuangan yang secara signifikan lebih ketat, dan pajak perusahaan yang tinggi mulai April mendatang, kami menurunkan prospek pertumbuhan Inggris dan sekarang memperkirakan datangnya resesi yang lebih signifikan,” tulis laporan terbaru Goldman Sachs.

Selain itu, analis Goldman Sachs juga memperkirakan suku bunga Inggris akan memuncak di angka 4,75 persen, sedikit lebih rendah dari 5 persen yang diperhitungkan sebelumnya.

Adapun sebuah survei lainnya yang dilakukan oleh perusahaan akuntan Deloitte, menemukan bahwa perusahaan Inggris sudah bersiap kenaikan suku bunga akan menyulitkan mereka untuk mengimbangi penurunan dan resesi selama tahun depan.

Jajak pendapat oleh Deloitte juga menemukan bahwa mayoritas direktur keuangan di Inggris sudah memperkirakan pendapatan perusahaan mereka akan turun selama 12 bulan ke depan, dan rencana untuk memotong biaya serta mengendalikan arus kas keluar telah menjadi dua prioritas utama.

Baca Juga :